Resensi
Novel “Sang Pemimpi”
1. Judul
Resensi : “perjuangan 3
sahabat dalam meraih mimpi”
2. Identitas
Buku
-
Judul :
Sang Pemimpi
-
Pengarang : Andrea Hirata
-
Penyunting : Imam Risdiyanto
-
Penerbit :
Bentang (PT. Bentang Pustaka)
-
Cetakan :
Cetakan kedua puluh delapan, Desember 2010
-
Tahun Terbit : 2009
-
Harga :
Rp 59.000
-
Halaman :
viii +248 hlm
3. Sinopsis
:
Dalam Novel Sang Pemimpi, Andrea Hirata menceritakan
tentang kehidupannya ketika masa-masa SMA di Kota Manggar, kehidupan tentang
anak Belitong yang dililit kemiskinan. Tiga tokoh utamanya yaitu Ikal, Arai,
dan Jimbron. Ikal merupakan sosok penggambaran dari seorang Andrea Hirata,
sedangkan Arai adalah saudara jauh Ikal yang merupakan seorang yatim piatu yang
disebut simpai keramat karna hanya tinggal dia sendiri yang masih hidup dari
satu garis keturunan keluarganya, hingga pada akhirnya Arai diangkat oleh ayah
Ikal menjadi saudara angkat. Aria begitu berarti bagi Ikal, karna menurut Ikal,
Arai merupakan saudara sekaligus sahabat terbaik untuknya. Jimbron adalah
seorang yatim piatu yang sangat terobsesi dengan kuda dan selalu gagap bila
sedang antusias terhadap sesuatu. Hal yang membuat Jimbron gagap adalah ketika
dia melihat ayahnya yang sekarat di depan matanya dan dia mambawa ayahnya
menuju puskesmas dengan sepeda, karna tidak sanggup bertahan, akhirnya ayahnya
meninggal saat perjalanan menuju puskesmas, saat itu banyak orang yg bertanya
padanya, namun dia terlanjur gagap karna terlalu banyak menangis sampai
tersendat-sendat, saat itu terpikir dibenaknya jika saja ia membawa ayahnya
dengan menaiki kuda pasti akan lebih cepat sampai ke puskesmas dan pasti
ayahnya akan tertolong. Saat itu jugalah Jimbron sangat terobsesi dengan kuda. Jimbron
pun diasuh oleh seorang Pastor Katholik bernama Geovanny. Meskipun berbeda
agama dengan Jimbron, beliau tidak pernah sama sekali memaksakan Jimbron untuk
mengikuti ajaran agama Katholik, bahkan beliau tidak pernah terlambat mengantar
jimbron ke masjid untuk mengaji.
Ketiganya menjalin persahabatan dari kecil sampai
mereka bersekolah di SMA Negeri Manggar, SMA pertama yang didirikan di Belitong
bagian timur. Arai dan Ikal begitu pintar disekolahnya, sedangkan Jimbron
biasa-biasa saja. Arai dan Ikal selalu menduduki peringkat lima dan tiga besar,
sedangakan Jimbron menduduki peringkat 78 dari 160 siswa. Mimpi mereka sangat
tinggi, karena bagi Arai orang susah seperti mereka tidak akan berguna tanpa
mimpi-mimpi. Aria dan Ikal mempunyai mimpi yang tinggi, yaitu ingin melanjutkan
belajar ke Sorbonne, Perancis. Mereka terpukau dengan cerita Pak Balia, kepala
sekolahnya sekaligus pengajar dibidang seni. Pak Balia selalu menyebut-nyebut
indahnya kota itu. Arai dan Ikal pun kerja keras, bekerja sebagai kuli ngambat
dari pukul dua pagi sampai jam tujuh pagi kemudian dilanjutkan sekolah. Itulah
perjuangan yang sangat keras yang dirasakan ketiga pemuda itu dengan susah
payah menabung demi mewujudkan impian mereka. Mereka sempat berpikir kalau
tabungan mereka tidak akan pernah cukup untuk sampai menjejakkan kaki ke sana.
Tetapi jiwa optimisme Arai sangatlah tinggi dan dia yakin bahwa pasti akan ada
cara lain yang dapat ditempuh selain hanya dengan menabung.
Setelah selesai SMA, Arai dan Ikal merantau ke pulau
Jawa, Kota Bogor lebih tepatnya. Sedangkan Jimbron memilih untuk menetap di
Belitong dan menjadi pekerja ternak kuda disana. Hal yang paling mengharukan
bagi Ikal dan Arai adalah saat Jimbron menghadiahkan kedua celengan kuda yang
berisi tabungannya selama bertahun-tahun kepada Ikal dan Arai. Wajah Jimbron
yang polos menjadi sembab. Dia terharu karena dapat berbuat sesuatu untuk
membantu kedua sahabatnya itu. Yang membuat Arai dan Ikal begitu terkejut
adalah ketika Jimbron mengatakan “Kalian lebih pintar, lebih punya kesempatan
untuk melanjutkan sekolah. Kalian berangkat saja ke Jawa. Pakailah uang itu,
kejarlah cita-cita.” Dan satu lagi kalimat yg membuat Arai dan Ikal makin sedih
ketika mendengar Jimbron mengucapkan “Ambillah…. Biarlah hidupku berarti. Jika
dapat kuberikan lebih dari celengan itu akan kuberikan untuk kalian. Merantaulah…
jika kalian sampai ke Prancis, mejelajah Eropa sampai Afrika, itu artinya aku
juga sampai ke sana, pergi bersama-sama kalian.” Arai dan Ikal pun memeluk
Jimbron bergantian sambil mengingat masa lalu. Dulu, dengan penuh semangat,
Jimbron memesan dua celengan kuda kepada mualim agar dibelikan di Jakarta, dan
sempat mereka tertawakan ketika celengan kuda itu datang. Ditabungnya upah
bekerja kerasnya selama dua tahun. Diisinya kedua celengan itu secara rata,
tanpa sepatah katapun dia ucapkan maksudnya. Saat itulah Arai dan Ikal berjanji
akan menuliskan namanya di tanah, gedung, pohon, jalan, dan kemanapun mereka
sampai. Berbulan-bulan terkatung-katung di Bogor, mencari pekerjaan untuk
bertahan hidup. Akhirnya setelah banyak pekerjaan yang tidak bersahabat
ditempuh, Ikal diterima menjadi tukang sortir (tukang pos), dan Arai memutuskan
untuk merantau ke Kalimantan. Ikal yang terpisah oleh Arai, pada tahun
berikutnya memutuskan untuk kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia.
Setelah lulus, ternyata ada lowongan untuk melanjutkan beasiswa S2 ke Eropa.
Beribu-ribu pesaing berhasil ia singkirkan sampai pada akhirnya dia berhasil
memperebutkan 15 besar.
Saat wawancara tiba, tidak disangka, professor
pengujinya begitu terpukau dengan proposal riset yang diajukan oleh Ikal,
meskipun hanya berlatar belakang sarjana ekonomi yang masih bekerja sebagai
tukang sortir, namun tulisannya begitu hebat. Setelah wawancara selesai, tidak
pernah dia sangka sama sekali, dia mendapatkan kejutan yang luar biasa. Ternyata
Arai pun ikut dalam wawancara itu. Bertahun-tahun tanpa ada kabar berita
darinya, akhirnya mereka berdua dipertemukan dalam suatu forum yang begitu
terhormat. Begitulah Arai, dia merupakan sosok yang selalu penuh dengan
kejutan. Ternyata semua ini sudah direncanakannya selama bertahun-tahun. Ternyata
Arai kuliah di Universitas Mulawarman mengambil jurusan Biologi. Proposal
risetnya pun begitu luar biasa.
Akhirnya mereka pulang ke Belitong. Ketika ada surat
datang, mereka berdebar-debar membuka isinya. Pengumuman penerimaan beasiswa ke
Eropa. Namun Arai begitu sedih karena dia sangat merindukan kedua orang tuanya.
Ia sangat ingin membuka surat kabar itu bersama orang yang sangat ia rindukan.
Tak kuasa menahan penasaran ingin mengetahui isi surat tersebut, mereka pun
segera membuka surat tersebut. Ikal dan Arai sangat terkejut dan begitu riang
gembira ketika melihat tulisan yang tertera dikertas itu bahwa mereka diterima
di Université de Paris, Sorbonne, Prancis. Mereka merasa sangat puas dengan apa
yang selama ini mereka lakukan demi mewujudkan impian mereka. Inilah jawaban
dari Tuhan atas upaya mereka selama ini. Kini impian mereka untuk bersekolah di
Perancis telah terwujud. Sementara Jimbron yang menetap di Magai, Belitong kini
diterima bekerja di peternakan capo,
sebagai pengurus kuda. Kini mereka tinggal memperjuangkan mimpi mereka yang
baru saja dimulai
4. Unsur
Intrinsik
1. Tema :
Tema yang tersirat dalam novel Sang Pemimpi ini tak
lainadalah “persahabatan dan perjuangan dalam mengarungikehidupan serta kepercayaan
terhadap kekuatan sebuah mimpiatau pengharapan”. Hal itu dapat
dibuktikan dari penceritaanper kalimatnya dimana penulis
berusaha menggambarkanbegitu besarnya kekuatan mimpi sehingga dapat
membawaseseorang menerjang kerasnya kehidupan dan batas kemustahilan
2. Latar :
v Latar waktu
·
Pagi
·
Siang
·
Sore
·
Malam
v Latar suasana
·
Bersemangat
·
Putus
asa
·
Kerja
keras
·
Kebersamaan
v Latar sosial
·
Belajar
·
Bekerja
·
Bermain
3. Penokohan :
1.
Ikal :
·
Baik Hati: “Aku dan Jimbron berusaha
menahan diri tak tertawa untuk menjaga perasaan Arai.” Sang Pemimpi hlm.199
·
Optimis: “Sejak kejadian pembagian
rapor kemarin, aku berjanji kepada Ayah untuk mendudukkannya lagi di bangku
garda depan.” Sang Pemimpi hlm. 169
·
Peduli: “Aku cemas akan keadaan
Jimbron yang untuk pertama kalinya...” Sang Pemimpi hlm. 168.
·
Pantang menyerah, “Aku dan Arai
berlari terbirit-birit menuju sekolah.” Sang Pemimpi hlm. 59.
·
Pinta: “Beruntungnya, aku dan Arai
selalu berada di garda depan. Aku di urutan ketiga, sedangkan Arai di urutan
kelima.” Sang Pemimpi hlm. 81.
2.
Arai :
·
Perhatian: “Sering ketika bangun
tidur, aku menemukan kuaci, permen gula merah, dan mainan kecil dari tanah liat
sudah ada di saku bajuku. Arai diam-diam membuatnya untukku.” Sang Pemimpi hlm.
26.
·
Kreatif dan Penuh inspirasi: “Aku
melirik benda itu dan aku makin pedih membayangkan dia membuat mainan itu
sendiri, memainkannya juga sendiri...” Sang Pemimpi hlm. 21.
·
Gigih: “Dua bulan terakhir, dia
menyerahkan diri pada penindasan Capo yang terkenal keras, semuanya demi
Jimbron.“ Sang Pemimpi hlm. 193.
·
Rajin: “Sstiap habis maghrib, Arai
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an di bawah temaram lampu minyak.” Sang
Pemimpi hlm. 27.
·
Pintar: “Beruntungnya, aku dan
Arai selalu berada di garda depan. Aku di urutan ketiga, sedangkan Arai di urutan
kelima.” Sang Pemimpi hlm. 81.
·
Pantang menyerah: “Arai terus
melolong gagah berani. Dia bersahut-sahutan dengan Nat King Cole.” Sang Pemimpi
hlm. 199
·
Tulus: “Arai menyerahkan
karung-karung tadi kepada Mak Cik.” Sang Pemimpi hlm. 43.
3.
Jimbron :
·
Tabah: “Suatu hari, belum empat
puluh hari ibunya wafat, Jimbron bepergian naik sepeda dibonceng ayahnya. Masih
berkendara, ayahnya terkena serangan jantung.” Sang Pemimpi hlm. 49
·
Pekerja keras: “setiap hari dia
bekerja part time di kapal milik salah satu nahkoda.”
·
Polos: “Jimbron berdiri
mematung. Dia seakan tak percaya kalau aku tega membentakknya sekeras itu.”
Sang Pemimpi hlm. 123.
·
Tulus: “dia memberikan kedua
celengan kudanya yang selama ini telah ia persiapkan untuk Ikal dan Arai.” Sang
Pemimpi hlm 204.
·
Baik hati: “Setiap Minggu pagi,
Jimbron menghambur ke pabrik cincau. Dengan senang hati, dia menjadi relawan
membantu Laksmi.” Sang Pemimpi hlm. 69.
4.
Pak Mustar :
·
Disiplin: “Setengah jam sebelum
masuk, Pak Mustar mengunci pagar sekolah.” Sang Pemimpi hlm.5.
·
Tegas: “Pak Mustar mengancam tak
main-main.” Sang Pemimpi hlm. 86.
·
Peduli: “Beliau tidak mau
murid-muridnya terjerumus ke masa depan yang suram.”
5.
Bapak Saman Said
Harun (Bapaknya Ikal) :
·
Pendiam: “Ayah turun dari sepeda,
seperti biasa, hanya satu ucapan pelan ‘Assalamu’alaikum’, tak ada kata lain”
Sang Pemimpi hlm. 82
·
Sabar dan Baik hati: “Lalu, Ayah
bersepeda ke Magai, ke SMA negeri, 30 kilometer jauhnya untuk mengambil rapor
anak-anaknya.” Sang Pemimpi hlm.79.
·
Bijaksana: “Ayah senantiasa menerima
bagaimanapun keadaan kami.” Sang Pemimpi hlm. 142.
6.
Ibu Ikal :
·
Perhatian: “Saat pembagian rapor,
Ibu pun tak kalah repot. Sehari semalam, dia merendam daun pandan dan bunga
kenanga untuk dipercikkan di baju safari empat saku Ayah itu ketika
menyetrikanya.” Sang Pemimpi hlm. 77.
·
Baik hati:”Ibuku tersenyum
memandangi Nurmi. ‘Jangan sekali-kali kaupisahkan Nurmi dari biolanya,
Maryamah. Kalau berasmu habis, datang lagi ke sini.’” Sang Pemimpi hlm. 33.
7.
Bapak Drs. Julia Ichsan
Balia :
·
Kreatif: “Kreatif merupakan daya
tarik utama kelasnya.” Sang Pemimpi hlm. 60.
·
Bijaksana: “Pak Balia terpana dan
berkerut keningnya,tapi memang sudah alamiahnya, beliau menghargai siswanya.”
Sang Pemimpi hlm. 64.
·
Pintar: “Mulut murid-muridnya
ternganga mendengar kalimat yang agung itu.” Sang Pemimpi hlm. 60.
8. Tokoh pendukung : Zakia Nurmala,
Laksmi, Bang Zaitun, Mak Cik Maryamah, Nurmi, A Kiun, Capo, Taikong Hamim, Pak
Cik Basman, Nyonya Deborah, Mei Mei, Makruf, Mahader.
4.
Sudut Pandang:
Sudut pandang novel ini yaitu “orang pertama” (akuan).
Dimanapenulis memposisikan dirinya sebagai tokoh Ikal dalam cerita.
5. Alur :
Novel ini menggunakan alur campuran (maju dan
mundur). Alur maju ketika pengarang menceritakan tokoh dari lulus SMP sampai
kuliah. Dan alur mundur ketika menceritakan saat tokoh masih kecil.
6.
Gaya Bahasa :
Novel ini ditulis dengan gaya realis bertabur
metafora, penuh inspirasi dan imajinasi. Juga menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami, bahasa yang komikal dan tidak membosankan membuat pembaca merasa ikut
menjadi bagian dari cerita.
7.
Amanat :
Amanat yang disampaikan dalam Sang Pemimpi ini
adalah jangan pernah berhenti untuk bermimpi. Karena pada prinsipnya
manusia tidak akan pernah bisa lepas dari sebuah mimpi dan keinginan besar
dalam hidupnya. Hal itu secara jelas digambarkan penulis dalam novel ini dengan
maksud memberikan titik terang kepada manusia yang mempunyai mimpi besar namun
terganjal oleh segala keterbatasan, sampai akhirnya dapat
mewujudkan mimpinya dengan semangat membara dan dengan sekuat tenaga menentang
kerasnya hidup.
5.
Unsur Ekstrinsik
1. Nilai Sosial :
Novel ini begitu kaya akan nilai sosial.
Hal itu dibuktikan rasa setia kawan yang begitu tinggi antara tokoh Ikal, Arai,
dan Jimbron. Dengan didasari rasa gotong royong yang tinggi sebagai orang
Belitong, dalam keadaan kekurangan pun masih dapat saling membantu satu sama
lain.
2. Nilai Adat Istiadat :
Nilai adat pada novel ini juga begitu kental. Adat kebiasaan pada sekolah tradisional yang masih mengharuskan siswanya mencium tangan kepada
gurunya. Kemudian, mata pencaharian warga
yang sangat keras dan kasar yaitu sebagai kuli tambang timah.
3. Nilai Moral :
Nilai moral pada novel ini
digambarkan melalui penggambaran sifat-sifat yang menunjukkan rasa humanis yang
terang dalam diri seorang remaja tanggung dalam menyikapi kerasnya kehidupan.
Di sini, tokoh utama digambarkan sebagai sosok remaja yang mempunyai perangai
yang baik dan rasa setiakawan yang tinggi
4. Nilai Agama :
Novel ini juga secara jelas menggambarkan nilai agama. Terutama
pada bagian-bagian dimana ketiga tokoh ini belajar dalam sebuah pondok
pesantren. Banyak aturan-aturan islam dan petuah-petuah Taikong (kyai) yang
begitu hormat mereka patuhi.
6. Kelebihan
dan Kekurangan
1. Kelebihan :
Kelebihan yang didapatkan dalam
novel ini yaitu dilihat dari segi kekayaan bahasa hingga kekuatan alur
yang mengajak pembaca masuk dalam cerita hingga merasakan tiap latar yang
terdeskripsikan secara sempurna. Penulis juga menjelaskan tiap detail latar
yang mem-background-i adegan demi adegan, sehingga pembaca selalu
menantikan dan menerka-nerka setiap hal yang akan terjadi. Selain itu,
kepandaian Andrea dalam mengeksplorasi karakter-karakter sehingga kesuksesan
pembawaan yang melekat dalam karakter tersebut begitu kuat.
2. Kekurangan :
Novel ini hampir tidak ada kelemahannya. Hal itu disebabkan karena
penulis dengan cerdas dan apik menggambarkan keruntutan alur, deskripsi
setting, dan eksplorasi kekuatan karakter. Baik ditinjau dari segi kebahasaan
hingga sensasi yang dirasakan pembaca sepanjang
cerita, novel ini dinilai cukup untuk mengobati keinginan pembaca yang haus
akan novel yang bermutu.
No comments:
Post a Comment