MASALAH
GLOBAL WARMING TERHADAP ARSITEKTUR
Kehidupan
manusia
tidak bisa dipisahkan dari lingkungannya. Baik lingkungan
alam maupun lingkungan sosial.
Kita bernapas memerlukan udara dari lingkungan sekitar. Kita makan, minum,
menjaga kesehatan, semuanya memerlukan lingkungan.
Lingkungan adalah kombinasi antara
kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya,
mineral,
serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan
kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan lingkungan fisik tersebut. Lingkungan juga dapat diartikan menjadi
segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dan mempengaruhi perkembangan
kehidupan manusia.
Lingkungan
terdiri dari komponen abiotik dan biotik. Komponen abiotik adalah segala yang tidak bernyawa
seperti tanah, udara, air, iklim, kelembaban, cahaya, dan bunyi. Sedangkan
komponen biotik adalah segala sesuatu yang bernyawa seperti tumbuhan, hewan,
manusia dan mikro-organisme (virus dan bakteri).
Dengan
pertambahan penduduk di dunia yang semakin tinggi terutama di negara-negara
berkembang, maka kerusakan lingkungan alam juga akan semakin besar dan rumit
untuk dipecahkan. Oleh karena itu, arsitektur dan pembangunan permukiman harus
mengembangkan alternatif baru yang sesuai dengan alam sekitarnya. Isu global warming yang semakin marak
dikalangan masyarakat dunia membuat para arsitek harus peka terhadap kondisi
lingkungan yang ada saat ini karena arsitekturlah yang berperan besar dalam hal
mewujudkannya. Maka dari itu, saat ini arsitek juga dituntut untuk
mengembangkan ide-ide kreatif dalam hal membangun sebuah bangunan yang ramah
terhadap lingkungan disekitar agar dapat mengurangi dampak negatif dari
kerusakan lingkungan misalnya global warming dan sebagainya.
Dalam
hal pembangunan, arsitek juga harus memperhatikan dalam pemilihan bahan material
yang ramah terhadap lingkungan serta memikirkan bagaimana cara agar bangunan
tersebut tidak terlalu memakan banyak energi yang dapat merusak lingkungan misalnya
dalam hal penerangan. sebuah
bangunan yang berkelanjutan harus memaksimalkan pencahayaan; memiliki ventilasi
yang tepat dan kontrol kelembaban, dan menghindari penggunaan bahan-bahan
dengan emisi tinggi VOC. Selain itu, pertimbangkan ventilasi dan penyaringan
untuk mengurangi bahan kimia, biologi, dan serangan radiologi. Dalam
hal ini seorang arsitek harus memikirkan bagaimana cara untuk meminimalisir
penggunaan lampu baik pada malam maupun siang hari, misalnya dengan mendesain
banyak bukaan pada sebuah bangunan agar cahaya matahari dan angin dapat masuk
kedalam rumah untuk meminimalisir penggunaan pendingin ruangan serta mengurangi
penggunaan lampu disiang hari, karna lampu dan pendingin ruangan juga turut
mendukung terjadinya dampak global warming.
Pada
hakikatnya arsitektur adalah keterpaduan antara ruang sebagai wadah, dengan
manusia sebagai isi yang menjiwai wadah itu sendiri. Dengan kata lain dalam
arsitektur terdapat perwujudan ruang (meliputi fungsi, tata susunan, dimensi,
bahan, dan tampilan bentuk) yang sangat ditentukan oleh keselarasan kehidupan
daya dan potensi diri manusia di seluruh aspek hidup dan kehidupannya (meliputi
norma/tata nilai, kegiatan, populasi, jati diri, dan kebudayaannya).
Referensi :
Tanggapan
:
Seorang
arsitek yang bijak sebaiknya memberikan ruang dalam rancang bangunnya untuk
dapat ditanami pepohonan sehingga bangunan tidak gersang. Rasa kepedulian calon-calon
arsitek terhadap lingkungan harus ditumbuhkan sedini mungkin sehingga dalam
merancang sebuah bangunan dapat juga mempertimbangkan aspek lingkungan terutama
pengaruhnya terhadap pemanasan global.
Saran
:
Saat
ini terdapat taman vertikal (vertical
garden) sebagai salah satu solusi untuk bangunan dengan keterbatasan lahan. Taman
vertikal terdiri dari 2 jenis, yaitu green façades dan living
walls. Green Facades merupakan dinding yang ditumbuhi dengan
tanaman yang merambat yang langsung tumbuh di dinding, sedangkan Living
Wall merupakan dinding yang diberi media tanam untuk
tanaman. Taman vertikal dapat diaplikasikan di dalam maupun luar ruangan. Selain
itu, penggunaan lumut sebagai bahan untuk dekorasi bangunan yang ramah lingkungan
juga dapat menjadi solusi untuk menanggulangi permasalahan global warming
karena efek pembangunan lahan.